MAAFKAN AKU DARIPADA KAU MENDERITA
Oleh: BG
Apakah memaafkan diri sendiri ada artinya? Bukankah maaf seharusnya diberikan kepada orang lain? Saya sering memaafkan diri sendiri ketika menyesali ucapan dan tindakan yang belakangan ternyata merugikan diri sendiri atau orang lain. Bukannya melarikan diri dari tanggung jawab atau sekedar melupakan tekanan perasaan, tetapi sebagai upaya menyadarkan diri bahwa saya seharusnya bertindak lain seandainya tahu akibatnya bakal begini. Tetapi saya baru tahu sekarang sesudah terjadi; rasanya seperti jawaban yang datang sesudah tak dibutuhkan lagi. Saya mengakui bahwa saya telah belajar dari kesalahan dan harus rela menerima diri saya apa adanya yaitu saya yang telah berbuat kesalahan. Kalau tidak saya maafkan, saya akan terus menderita dan menyesal dan terobsesi untuk menjadi “saya” lain yang lebih sempurna yang sejak awal sudah tahu akibat perbuatannya nanti. Mustahil kan?
Bila anda menjadi korban kejahatan, fitnah, pelecehan atau kecelakaan anda akan menghadapi dua pilihan yang tak ada jalan tengahnya, yaitu memaafkan atau tidak memaafkan pelakunya. Tidak memaafkan akan mengakibatkan anda terus memendam marah, benci dan sakit hati yang akan meggerogoti kesehatan rohani dan jasmani anda. Memberi maaf bukan berarti bahwa anda harus melupakan kejahatannya atau membiarkan ia lari dari tangung jawab, bukan pula anda harus rukun dan berdamai dengan dia. Anda bisa memaafkan tanpa orang itu tahu dan meminta. Memaafkan artinya anda tidak lagi membiarkan ucapan atau tindakannya membuat anda benci, marah dan sakit hati. Dengan kata lain anda mengakui bahwa meskipun anda lebih suka kalau ia bertindak lain, anda memutuskan untuk memahami orang yang telah menganiaya anda itu sebagaimana adanya
Dr. Frederic Luskin ahli kesehatan jiwa dari Universitas Stanford dan teamnya telah membuktikan bahwa memaafkan itu menyehatkan baik secara emosional dan secara fisik. Ia menyebutkan bahwa memaafkan adalah resep yang telah terbukti manjur bagi kesehatan dan kebahagiaan. Semua penelitian yang ada menunjukkan bahwa tindakan memendam kemarahan dan dendam secara serius merusak kesehatan manusia. Disisi lain memaafkan meskipun tidak selalu mudah adalah sebaliknya. Ia merupakan aspek moral yang unggul yang mampu menghilangkan efek buruk kemarahan dan dendam serta membantu orang menikmati hidup sehat, fisik dan emosional.
Oleh: BG
Apakah memaafkan diri sendiri ada artinya? Bukankah maaf seharusnya diberikan kepada orang lain? Saya sering memaafkan diri sendiri ketika menyesali ucapan dan tindakan yang belakangan ternyata merugikan diri sendiri atau orang lain. Bukannya melarikan diri dari tanggung jawab atau sekedar melupakan tekanan perasaan, tetapi sebagai upaya menyadarkan diri bahwa saya seharusnya bertindak lain seandainya tahu akibatnya bakal begini. Tetapi saya baru tahu sekarang sesudah terjadi; rasanya seperti jawaban yang datang sesudah tak dibutuhkan lagi. Saya mengakui bahwa saya telah belajar dari kesalahan dan harus rela menerima diri saya apa adanya yaitu saya yang telah berbuat kesalahan. Kalau tidak saya maafkan, saya akan terus menderita dan menyesal dan terobsesi untuk menjadi “saya” lain yang lebih sempurna yang sejak awal sudah tahu akibat perbuatannya nanti. Mustahil kan?
Bila anda menjadi korban kejahatan, fitnah, pelecehan atau kecelakaan anda akan menghadapi dua pilihan yang tak ada jalan tengahnya, yaitu memaafkan atau tidak memaafkan pelakunya. Tidak memaafkan akan mengakibatkan anda terus memendam marah, benci dan sakit hati yang akan meggerogoti kesehatan rohani dan jasmani anda. Memberi maaf bukan berarti bahwa anda harus melupakan kejahatannya atau membiarkan ia lari dari tangung jawab, bukan pula anda harus rukun dan berdamai dengan dia. Anda bisa memaafkan tanpa orang itu tahu dan meminta. Memaafkan artinya anda tidak lagi membiarkan ucapan atau tindakannya membuat anda benci, marah dan sakit hati. Dengan kata lain anda mengakui bahwa meskipun anda lebih suka kalau ia bertindak lain, anda memutuskan untuk memahami orang yang telah menganiaya anda itu sebagaimana adanya
Dr. Frederic Luskin ahli kesehatan jiwa dari Universitas Stanford dan teamnya telah membuktikan bahwa memaafkan itu menyehatkan baik secara emosional dan secara fisik. Ia menyebutkan bahwa memaafkan adalah resep yang telah terbukti manjur bagi kesehatan dan kebahagiaan. Semua penelitian yang ada menunjukkan bahwa tindakan memendam kemarahan dan dendam secara serius merusak kesehatan manusia. Disisi lain memaafkan meskipun tidak selalu mudah adalah sebaliknya. Ia merupakan aspek moral yang unggul yang mampu menghilangkan efek buruk kemarahan dan dendam serta membantu orang menikmati hidup sehat, fisik dan emosional.